KH Saiful Islam Al Payage, Anak Pendeta yang Menjadi Ulama Besar Papua Dec 29th 2017, 07:56, by noreply@blogger.com (Blitarpos Agency) MusliModerat.net - Nama aslinya Elimus Payage. Pria kelahiran Papua, 4 April 1979, terlahir dari keluarga pendeta terkemuka di Papua bernama Simon Payage. Tak banyak yang tahu jika masa kecilnya dihabiskan di Desa Silimo Yahukimo, dan mulai bersekolah di SD Inpres Silimo Yahokimo Papua, lalu melanjutkan ke SMP YPPK Wamena Papua tahun 1991. Menginjak remaja, Payage muda melanjutkan sekolah ke SMU Ibrahimy Situbondo Jawa Timur(Pesantren NU yang didirikan oleh KHR. As'ad Syamsul Arifin di Pesantren Salafiyah Syafi'iyah, Situbondo, Jawa Timur). Di kota inilah ia lalu melanjutkan kuliahnya di Institut Agama Islam Ibrahimy Situbondo Jawa Timur. Sejak lulus SD, ia menemukan jalan hidup yang telah digariskan untuknya menjadi seorang dai. Perjalanan itu dimulai dari perkenalannya dengan seorang pengusaha Muslim di Papua bernama H. Baharuddin. Saat itu Payage ingin sekolah di Jawa mengingat minimnya sarana dan fasilitas pendidikan di Papua."Saya nanti ingin kembali ke Papua dengan membawa pengetahuan yang berguna untuk masyarakat," ujarnya. Tahun 1993 Payage dibawa H. Baharuddin ke pesantren NU yang didirikan oleh KHR. As'ad Syamsul Arifin di Pesantren Salafiyah Syafi'iyah, Situbondo, Jawa Timur. Di sana ia dipertemukan dengan putra KHR. Ahmad Fawaid As'ad Syamsul Arifin. Ternyata kedatangan Payage sudah ditunggu lama oleh pengasuh pesantren tersebut. Dari pembicaraan Kyai Fawaid dan H. Baharuddin, Payage mendengar bahwa Kyai As'ad pernah berwasiat kepada putranya untuk mendidik anak dari Papua yang akan dijadikan juru dakwah di sana. "Anaknya asli Papua. Kalau sudah alim nanti akan dikirim kembali ke Papua untuk berdakwah di sana," ujar KH Sqiful Islam Al pyage mengingat pembicaraan itu. Sejak saat itu nama Elimus Payage diganti Saiful Islam dan diangkat menjadi anak asuh KHR. Fawaid As'ad Syamsul Arifin. Selama di pesantren Saiful diminta sungguh-sungguh belajar ilmu agama. Untuk biaya sekolah, kebutuhan sehari-sehari dan biaya lain-lain akan ditanggung oleh ayah angkatnya, Kyai Fawaid. Di pesantren itu Saiful Islam pun menunjukkan semangatnya dan kesungguhannya dalam belajar. Ia lahap berbagai bidang ilmu agama mulai dari ilmu al-Quran, fikih, tarikh, akhlak dan tauhid. Ia juga mengenyam pendidikan formal mulai dari madrasah tsanawiyah sampai meraih gelar sarjana (S1) dari Institut Agama Islam Salafiyah Syafi'iyah, Situbondo, Jawa Timur tahun 2006. Tahun 2007 ia sempat dikirim ke Yaman . Di sana ia berhasil menyelesaikan S2-nya pada tahun 2008. Bakat dan kemampuan Payage di dunia dakwah semakin terasah dengan mengikuti muhadharah (ceramah) di pesantren. Tak heran ketika masih menjadi santri, Saiful sering mendampingi Kyai Fawaid berceramah ke beberapa daerah serta diminta menggantikannya jika berhalangan hadir. Namun demikian Saiful Islam Al-Payage tetap tidak lupa dengan tugas yang diemban untuk berdakwah di kampung halamannya. Selama berdakwah ke daerah-daerah, Saiful sempat beberapa kali berdakwah di Papua untuk menyampaikan ajaran Islam, meskipun tak mudah meretas jalan dakwah di Tanah Papua.Budaya masyarakat Papua tetap tidak berubah meskipun daerah tersebut telah lama ia tinggalkan. Masyarakat di sana masih makan daging babi, mempercayai kekuatan roh, memakai koteka, berjudi, perang antarsuku dan berbagai kemaksiatan lainnya. Menurut beliau persoalan ini tidak bisa diselesaikan kecuali dengan jalan dakwah. Melalui dakwah itulah ia mengenalkan budaya kebersihan, keindahan dan kemuliaan akhlak sesuai dengan ajaran Islam. Dakwah ini dilakukan dengan dua cara yaitu dakwah bil hal dengan mengenalkan mandi, bersuci, tayamum, memandikan mayit, menutup aurat, dll. Cara kedua, melakukan safari dakwah ke daerah pedalaman seperti Babo, Bintuni, Kaimana, Wamena, Jayawijaya, Merauke dan daerah-daerah terpencil lain yang jarang tersentuh Islam. Dakwah cara kedua dilakukan secara berkelompok ini ditempuh dengan berjalan kali. Jika rombongan kehabisan perbekalan di tengah jalan, mereka hanya bertahan dengan makan daun-daunan serta minum air hutan. "Semua kita lakukan agar masyarakat Papua mengenal Islam dan mendapat manfaat yang besar," ucapnya. Memang di Papua bukan rahasia lagi beberapa tempat di pedalaman itu banyak tak tersentuh nikmatnya fasilitas infrastruktur dari pemerintah. Seperti di Papua, Kalimantan hingga Sulawesi Al-Payage pun menceritakan beberapa pengalamannya. "Saya pernah ke suatu tempat yang terpecil di Papua. Untuk mencapainya, saya harus dibopong oleh empat orang menggunakan papan kayu. Perjalanan itu butuh sehari-semalam. Makan pun hanya dedaunan yang kita temui sepanjang perjalanan," kenangnya. Ia tiba-tiba berdecak kagum karena melihat di tempat terpecil seperti itu ada sebuah kampung Islam. Bahkan di lain waktu, ia pernah berdakwah dengan menggunakan bahasa isyarat seadanya. Hal itu terpaksa dilakukan karena Syaikh Al-Payage tak mengerti bahasa lokal masyarakat setempat. Begitu pula masyarakat tersebut tak paham dengan Bahasa Indonesia. "Akhirnya bahasa isyarat pakai gerakan-gerakan seperti saya menunjukkan kitab al-Quran dan menunjukkan gerakan-gerakan shalat. Nggak tahu saya kalau mereka paham atau tidak. Saya lalu menggunakan jasa penerjemah bila menemui seperti itu lagi," ungkapnya. Menurutnya ada kepuasan tersendiri bila berdakwah di pedalaman. "Dakwah di hotel atau tempat mewah memang enak, tapi kalau di pedalaman itu beda. Capeknya kerasa, perjuangannya kerasa, dan bangganya setelah berdakwah di sana rasanya sangat luar biasa," lanjutnya. Beliau pun menceritakan kondisi agama Islam di tanah kelahirannya. Saat ini Islam, bukan menjadi agama minoritas namun sudah menjadi penyeimbang. Masyarakat Papua pun terbuka dengan agama Islam. "Memang meluasnya ajaran Islam di Papua ada sangkut pautnya dengan banyaknya pendatang di sana. Tapi pada dasarnya orang asli Papua bukanlah masyarakat antiagama lain. Kami bisa menerima sesuatu hal yang baik dan bermanfaat," akunya. Mendirikan Islamic Center di tanah Papua merupakan cita-citanya. Baginya, pesantren adalah sumber pengembangan ilmu Islam dan dakwah Islam. "Paling tidak di Papua ada pesantren yang pertama kali didirikan oleh putra daerah asli rakyat Papua yang Muslim. Saya sangat yakin andaikan di Papua ini Islamnya bagus maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang 'Baldatun thayibatun warabbun ghafur' (negara yang baik dan selalu dalam ampunan Allah)." Ulama yang beristrikan Umi Luluk Kholifah ini adalah Ketua HISSI (Himpunan Ilmuwan & Sarjana Syari'ah Indonesia Wilayah Timur Papua) dan Ketua IKSASS (Ikatan Santri Salafiyah Syafi'iyah Wilayah Timur Papua) serta Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI Prov. Papua). Moto hidupnya cukup sederhana; "Hidup adalah ibadah dan bermanfaat untuk orang banyak". Boleh jadi Payage merupakan satu-satunya anak pendeta dari Papua yang kembali ke tanah kelahirannya untuk menyampaikan ajaran Islam. "Saya jadi teringat untaian kata dari al-Habib Umar bin Haifidz: ﻛﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻗﺮﺑﻪ ﻓﻰ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻣﻦ ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﻗﺪﺭ ﺇﻫﺘﻤﺎﻣﻪ بهذه الدعوة"Esok di hari kiamat, kadar kedekatan seseorang dengan para nabi tergantung kadar kepeduliannya terhadap dakwah. |
0 Response to "MusliModerat: KH Saiful Islam Al Payage, Anak Pendeta yang Menjadi Ulama Besar Papua"