Sumpahku, Tak Sudi Aku Cium Tangan Gus Dur
—
Jumat, 29 September 2017
—
Add Comment
—
Berita
MusliModerat.net - Saat
nyantri di sebuah pesantren, bahkan awal-awal kuliah ada 2 hal yang
ekstrim dan kaku dalam cara pandang dan sikap keislamanku. Pertama, saya
anti Pancasila. Kedua, sumpahku: saya tidak akan cium tangan Gus Dur.
Mengapa? Wali ke-10 ini, dulu saat saya baru melek dunia intelektual,
bagi saya merusak Islam, agen Yahudi dan pemikirannya aneh, nyeleneh dan
bikin pusing. Gak mudeng..!
Padahal, secara sosiologi dan
budaya saya lahir dari keluarga NU.KH. Zayyadi, kakekku santri Mbah
Kholil. Waliyullah dan guru bagi kiai-kiai se-Madura dan Jawa. Satu
"kotakan", gubuk dan ruangan dengan KH. As'ad Syamsul Arifin Situbondo.
Bagaimana saya bisa cinta pemikiran keislaman Gus Dur?Bgimna sy batalkan sumpah,bahkan dengan lahap mencium tangannya?
Akhir
99, pasca lepas dari sektariat Golkar di MPR, saya ngajar di SMU
Madania Bogor. Sekolah berasrama ini digagas oleh Cak Nur. Di sinilah
saya mulai dekat, mengenal, membaca dan sesekali ngobrol bila beliau
datang. Secara intens saya diasah oleh suhu Nafis, muridnya dan direktur
boarding ini. Sejak itu saya menikmati garis metodologi dan ideologi
keislaman, keindonesian dan kemodernan. Akrablah saya dengan istilah
inklusivisme, al-hanifiyat al-samhah, toleransi, pluralisme, egaliter,
Piagam Madinah dll. Pokoknya wacana Islam kontemporer.
Saat
nempuh S-2, saya lebih dekat lagi dengan Cak Nur. Saya jadi staf di
Yayasan Wakaf Paramadina. Bahkan diusulkan jadi sekpri beliau. Tak jadi
karena hal lain.
Cak
Nur dan Gus Dur itu berkeluarga dan berkarib sangat dekat. Itulah
penyambung saya ke Gus Dur. Kapan saya awal kali nyium tangan Gus Dur?
Saat
ultah Paramadina. Saat itu saya jadi penanggung jawab Klub Kajian Agama
(KKA). Rangkaian acaranya,salah satunya bedah buku. Lokasinya di kampus
Paramadina. Narsumnya Gus Dur dan Kang Jalal.
Waktu
sudah menunjukkan pukul 19.00. Para undangan: ada menteri, pejabat,
dosen, para civitas kampus dan jamaah sudah resah. Gus Dur tidak
muncul2. Sebagai penanggung jawab acara saya panas dingin. Ketua Yayasan
suda gak sabar dan minta tanggung jawabku.
Saya
telpon mas Sulaiman, ajudan Gus Dur. Beliau ada di PBNU. Tapi, "Gus Dur
tidur mas. Saya tidak berani bangunin", katanya. Waduh, mumet,
keringatan dan meriang diriku.
Saya
membeku di teras lobby kampus . Sendirian. Lalu saya baca fatihah.
"Gus, bangun. Kalau tidak, sungguh saya tidak akan pernah cium tangan
jenengan", batinku bicara mengarah ke Gus Dur. Tiba2, Sulaiman telpon.
"Gus Dur sudah bangun dan otw ke kampus", infonya.
Tak
lebih 15 menit mobilnya sudah tiba di halaman kampus. Saya songsong
kursi rodanya. Saya jemput tangannya dan saya cium beberapa kali.
"Maafkan saya Gus", kataku. "Tak apa.Kamu kan gak kenal saya saat itu",
jawabnya. Lho, ya, Allah, bagaimana ia tahu sumpah kurang ajarku saat
masa lalu?!. Aku kangen jenengan Gus. Lahu alfatihah.
Pengakuan mohamad monib via Sarkub
|
0 Response to "Sumpahku, Tak Sudi Aku Cium Tangan Gus Dur"