Kisah Nyata, PKI tak Berani Geledah Rumah yang Terdapat Logo NU
—
Sabtu, 30 September 2017
—
Add Comment
—
Berita
MusliModerat.net - Pada
hari ini, setiap tanggal 30 september, memori saya selalu ingat kembali
pada masa kanak-kanak saat masih duduk di kelas 3 SD (Taman Siswa di
Malang). Saya hidup bersama orang tua dan dua adik. Ketika itu Bapak
masih aktif sebagai anggota ABRI dan bertugas di Kodam Brawijaya V
Malang.
Dalam
benak, ada kenangan hitam yang selalu mengusiku, peristiwa yang terjadi
sekitar pertengahan Agustus 1965 menjelang Gestapu - Gerakan September
Tiga Puluh (G-30-S/PKI).
Kami
hidup di sebuah dusun, namanya Glintung, Kelurahan Purwantoro,
Kecamatan Blimbing, Kota Malang, di sebuah gang kalau tidak salah
namanya gang Meriah. Setiap memperingati hari kemerdekaan RI memang di
kelurahan diacarakan besar-besaran. Pergelaran tari dan nyanyian menjadi
perhatian masyarakat sekitar. Tari dan nyanyian yang selalu dimunculkan
antara lain "Jer-genjer" serta drama perjuangan perlawanan kaum tani.
Lagu
ini sangat populer, dari anak sampai kakek nenek dan fasih
melantunkannya. Lirik lagu ini mudah dihafal dan akrab irama
nyanyiannya. Sampai sekarangpun saya masih mengingatnya.
Namun
sekitar akhir Agustus atau awal September 1965, di gang Meriah terjadi
keributan, di mata saya tampak sejumlah orang (yang kemudian diketahui
kelompok PKI) menggeladah setiap rumah, mulai dari timur, sampai ujung
barat, sedang posisi rumah kami di sebelah barat. Entah apa yang
digeledah, namun yang tampak penghuni rumah dipaksa keluar dan sesekali
terdengar bunyi tembakan.
Pada
saat giliran rumah kami, cuma ibu yang menghadapi mereka, sedang kami
diititipkan di rumah depan (yang sudah digeledah) yang kebetulan dari
keluarga orang Madura. Namun tampak beberapa saat sekelompok orang dari
PKI itu tidak melakukan penggeladahan, bahkan cepat-cepat keluar dan
kembali ke arah timur.
Sedang
Bapak saat itu tidak ada di tempat, karena sedang melaksanakan tugas
perlawanan terhadap gerombolan PKI di wilayah Malang Selatan. Beberapa
hari kemudian, sekembali Bapak pulang dari tugas, ibu menceritakan semua
peristiwa tersebut. Bapak tampak geram, kemudian menceritakan bahwa
sikap PKI tidak menggeledah rumah karena di dinding emper rumah
terpampang poster dan logo Nahdhatul Ulama (NU). Sama seperti yang
terjadi pada warga asal Madura di depan rumah.
Kisah
ini diperjelas oleh Bapak ketika kami memasuki usia remaja di rumah
tinggal Sumenep. Pasca Gestapu (G30S/PKI) sekitar pertengahan Oktober
1965, kami pulang (pindah) ke kampung halaman, sementara Bapak masih
tetap di Malang sambil menunggu masa pensiunnya satu tahun kemudian.
Bapak
memang kerap bercerita kisah-kisah saat berperang, mulai sekitar
Madiun, Bandung, Makasar saat menumpas kelompok Kahar Musakar sampai
bertugas di Colombo. Kisah tentang saat terjadi penggeledahan PKI
tersebut, Bapak menjelaskan bahwa pada saat tengah malam sepulang dari
tugas beliau mencabut papan nama milik PKI yang yang terbuat dari kayu
yang terpampang di pinggir jalan raya, lalu dipotong-potong kemudian
dibakar. Dan itulah yang menjadi kemarahan PKI.
Memang
pada saat menjelang 30 September 1965 suasana Malang cukup membara. Dan
saya sempat menyaksikan ketika diajak ibu ke warung di jalan raya,para
prajurit tentara tampak siap tempur. Di sejumlah ruas jalan juga tampak
kubu pertahanan dari tumpukan pasir dalam karung goni berjejeran. Dan
tepat hari H G30S/PKI, benar-benar suasana langit terasa riuh oleh suara
tembakan, dentingan peluru yang sempat singgah ke genteng membuat para
warga tidak berani keluar rumah.
Setelah
suasana tembakan agak reda, sekitar sore hari, saya sempat keluar rumah
dan berkeinginan bermain ke arah barat, yang biasa saya dan teman
seusia suka bermain. Yakni sebuah tanah lapang, yang juga tempat
anak-anak bermain sepak bola.
Tapi
kenyataannya jadi beda, yang tampak hanya orang-orang (mayat-mayat)
bergelimpangan dan ketika itu saya tidak paham dari mana mayat itu
datang. Tapi menurut cerita Bapak, tempat tersebut memang dijadikan
penempatan sementara mayat-mayat korban pemberontakan baik dari pejuang
maupun anggota PKI.
GANYANG PKI
******
(Kisah
nyata ini, saya persembahkan untuk Bapak kami, Moch. Syakwar, prajurit
tentara yang sampai akhir tugasnya berpangkat kopral yang kini
bersemayam di Taman Makam Pahlawan. "Nak, kamu tidak perlu berjuang di
medan perang, musuh-musuh negara akan selalu berada di depanmu", begitu
pesan ketika saya berkeinginan menjadi tentara dulu)
Dishare dari Syaf Anton
|
0 Response to "Kisah Nyata, PKI tak Berani Geledah Rumah yang Terdapat Logo NU"